Belitung: Berebut Lawang
Di Belitung pantun menjadi bagian penting dalam sebuah momen pernikahan. Dalam adat Belitung, proses berbalas pantun pengantin laki-laki yang disebut Berebut Lawang ini akan melalui 3 pos. Pos terakhir tentunya adalah kediaman sang calon pengantin perempuan yang harus dapat ia lewati.
Buton: Bakena Kao
Dalam tradisi Buton, keluarga pengantin akan membagi-bagikan uang kepada para perempuan yang belum menikah. Uang ini disebut dengan Bakena Kao. Konon, wanita lajang tersebut akan segera menyusul menikah jika membelanjakan uang tersebut untuk membeli benda-benda atau makanan yang manis.
Melayu Pontianak: Bebedakan
Calon pengantin Melayu yang tinggal di Pontianak memiliki tradisi perawatan diri khusus yang disebut Bebedakan. Selama 40 hari menjelang hari pernikahannya, calon pengantin perempuan akan mengenakan bedak khusus dan dilarang untuk meninggalkan rumah.
Riau: Berinai
Sebagai tanda seorang pengantin perempuan telah sah menikah, ia akan diberi inai. Iniadalah campuran dari tumbukan daun inai dan asam jawa yang ditumbuk. Proses ini biasanya dilakukan di malam hari. Konon, warna inai akan lebih merah jika dikenakan di malam hari.
Bajo: Mas kawin kain putih
Dalam tradisi Bajo, pengantin laki-laki cukup memberi sehelai kain putih bagi calon istrinya sebagai mas kawin. Tentunya, sebagai suku yang dikenal dekat dengan kehidupan laut, pengantin laki-laki diantar kepada pengantin perempuan dengan arak-arakan perahu.
Papua: Bakar Batu
Masyarakat Papua dari berbagai suku memiliki kesamaan tradisi yaitu Bakar Batu yang merupakan cara mengucapkan syukur atas berkat yang melimpah. Sesuai dengan namanya, acara ini mencakup pembakaran batu yang telah disusun dari batu berukuran besar hingga kecil yang ditutupi dengan kayu.
Lampung: Ngurukken Majeu (Ngekuruk)
Dalam pernikahan adat Lampung, calon pengantin perempuan akan menaiki kereta kuda yang bernama rato atau dengan tandu menuju rumah mempelai laki-laki. Lalu pengantin pria akan memegang tombak dan berjalan bersama sang calon istri di belakangnya.
Dayak Iban : Melah Pinang
Pernikahan adat Dayak Iban disebut dengan Melah Pinang yang umumnya dilakukan dengan berpindah dari rumah ke rumah. Apabila rumah tempat pernikahan tersebut berlangsung terletak di pinggiran sungai, maka sang pengantin laki-laki akan menjemput pengantin perempuan dengan iring-iringan perahu, musik dan tarian.
Nias: Fanu’a bawi
Pada tahapan yang bernama Fanu’a Bawi ini, calon pengantin perempuan akan memilih babi terbaik dari kumpulan yang telah disiapkan oleh pasangannya. Babi yang lolos seleksi hanya babi yang memiliki berat lebih dari 100 kilo, tanpa cacat, memiliki ekor panjang dan warna bulu yang rata.
Suku Dani: Maweh
Masyarakat suku Dani kerap mengadakan pernikahan massal yang bernama Maweh. Hal ini terjadi tiap empat hingga enam tahun sekali. Para pengantin dikumpulkan dan calon pengantin perempuan dijaga dengan ketat dan dirias secara bersama-sama oleh masyarakat setempat.
Minahasa : Upacara Bunga Putih
Sebagai simbol kasih sayang dan penghormatan, pengantin laki-laki memberi bunga tangan berwarna putih bagi pengantin perempuan. Namun, bunga yang diberikan harus berjumlah 9 tangkai, dengan 9 buah yang mekar dan 9 bunga yang kuncup. Karena angka 9 dianggap sebagai angka keberuntungan.
Biak : Wafer
Pemberkatan pernikahan suku Biak dilakukan oleh kepala adat dan disebut dengan wafer. Upacara ini dimulai dengan pemberian cerutu atau sebatang rokok yang akan dihisap oleh kedua mempelai. Lalu, mereka akan saling menyuapi panganan ubi atau talas bakar. Kemudian, pernikahan pun akan dinyatakan sah.
Jambi: Bebalai
Pengantin suku Rimba di Jambi tidak perlu memikirkan pernikahannya sendiri. Setelah proses lamaran yang disebut beindok semang, orang Rimba akan beramai-ramai membuat bangunan atau balai yang akan menjadi tempat berlangsungnya pernikahan.
Batak: Sinamot
Di kultur suku Batak, ada sebuah prosesi bernama Sinamot yang merupakan perundingan mas kawin oleh kedua belah pihak keluarga. Jumlah mahar atau mas kawin yang akan diberikan biasanya ditentukan berdasarkan tingkat edukasi, karier, atau status sosial keluarga gadis tersebut. Semakin tinggi tingkatannya, semakin besar pula jumlah mas kawin. Namun hal ini tidak dilihat sebagai materialisme semata, melainkan harapan bagi pasangan ini untuk menghindari perceraian setelah menikah dengan jumlah mas kawin yang mahal.
Sasak: Kawin Culik
Calon pengantin laki-laki dari suku Sasak harus menculik calon istrinya sebelum menikah. Meskipun aksi penculikan ini telah disetujui oleh pihak keluarga perempuan, sang calon pengantin laki-laki tidak boleh tertangkap atau membuat keributan saat melakukan penculikan. Jika penculikan gagal, pengantin laki-laki akan dikenai denda.
Gunung Kidul: Kromojati
Sejak tahun 2007, para calon pengantin pria di Desa Bohol, Gunung Kidul diwajibkan menanamkan setidaknya 5 bibit pohon jati. Uniknya, aturan ini ditetapkan bukan sekedar sebagai mahar tapi juga untuk mewujudkan kelestarian lingkungan. Inilah artian pernikahan ramah lingkungan yang sesungguhnya.
Suku tidung: Larangan ke toilet
Suku tidung memiliki tradisi yang sangat tidak biasa, yaitu calon pengantin harus menahan buang air selama 72 jam atau 3 hari! Mungkin hal ini terlihat sulit bagi masyarakat lain, namun bagi suku yang banyak bermukim di Kalimantan Utara ini, syarat ini tidak sulit dilakukan demi harapan mendapatkan kehidupan pernikahan yang harmonis.